Pikiran-rakyat.com |
Seperti
yang kita tahu pada saat ini, Pandemi Coronavirus Disease atau yang disebut
Covid-19 sudah masuk ke Indonesia pada Februari 2020 lalu. Pandemi ini
berdampak pada hampir seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia di berbagai sektor
yang berimbas pada pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, pandemi
yang terjadi ini terjadi secara global berpengaruh terhadap penegakkan,
jaminan, dan pemenuhan HAM.
Menurut
sumber yang saya baca, Badan Organisasi Kesehatan Dunia telah dengan rinci
menjabarkan bagaimana tata cara pencegahan bagi masyarakat, baik individu
maupun kelompok masyarakat. Tantangan ini tidak hanya untuk pemerintah, tapi
juga masyarakatnya juga.
Menurut
Sandra, pada penjelasannya yang berjudul “Problematika Hak Asasi Manusia pada
masa Pandemi Covid-19”, Pemerintah Indonesia
jelas harus menindaklanjutinya dengan upaya terbaik yang telah ditindaklanjuti oleh
Pemerintah Indonesia yang dimana keadaan tersebut tidak dengan serta merta
membebaskan pemerintah dari prinsip-prinsip negara yang wajib menghormai HAM.
Pada
pandemi seperti ini tentu semua orang mengalami shock. Jumlah aduan pelanggaran HAM yang dilaporkan masyarakat pun
tak pernah berkurang walaupun di tengah pandemi Covid-19 ini, yang berarti
masih banyak sekali persoalan yang dianggap masyarakat merupakan pelanggaran
HAM, seperti penyiksaan, perselisihan antarkelompok, intoleransi, dan
menyangkut isu kesehatan. Bahkan tak sedikit juga karena diberlakukan karantina
di rumah, banyak sekali KDRT yang terjadi.
Covid-19 pun telah membatasi Hak Asasi Pribadi (personal
right), khususnya kebebasan untuk bergerak, berpergian, dan
berpindah-pindah tempat. Sudah setahun lamanya masyarakat tak bebas bepergian. Umat beragama tak
lagi leluasa beribadah secara berjamaah karena tak sedikit juga yang parno
dengan pandemi ini.
Covid-19
juga telah merusak Hak Asasai Ekonomi (property rights), khususnya hak untuk
memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Banyak sekali karyawan yang di
PHK dari perusahaan ataupun tempat kerja lainnya, karena pemasukan ekonomi pada
perusahaan yang turun dan pengurangan jam kerja hingga menjadi pengangguran
sejak pandemi ini terjadi.
Tak hanya itu, Covid-19 mengganggu jaminan atas Hak
Asasi Sosial Budaya (social culture rights), khususnya untuk mendapatkan
layanan pendidikan secara optimal. Pelajar bahkan orang-orang yang sudah kerja,
sangat minim melakukan aktivitasnya. Pelajar tidak bisa belajar di sekolah
secara optimal, maka dari itu diberlakukanlah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Orang tua yang biasanya bekerja di kantoran pun melakukan Work From Home (WFH).
Persoalan
Hak Asasi Manusia memang tidak pernah lepas dari negara dan kehidupannya. Oleh
karena itu, Komnas HAM menekankan bahwa upaya perlindungan kesehatan menjadi
hak semua orang, dan pemerintah pun harus memastikan tidak ada diskriminasi
dalam pemberian layanan kesehatan kepada setiap orang.
Biaya
rapid test yang mahal harus dihentikan,
karena hal ini berkaitan dengan penanggulangan Covid-19 yang merupakan
kewajiban pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat. Prinsipnya,
perlindungan hak kesehatan publik harus menjangkau semua lapisan masyarakat dan
terjangkau oleh masyarakat miskin sekalipun.
Menyikapi
isu HAM dan Covid-19 tentu harus berhati-hati, kritis, dan bijaksana.
Mengutamakan HAM pribadi dan kelompok sendiri, memanfaatkan isu HAM sebagai kedok politik dalam era Covid-19 ini,
berpotensi mengabaikan jaminan HAM, khususnya hak kesehatan, hak ekonomi, hak
sosial budaya, bahkan hak hidup sebagaian besar warga bangsa Indonesia.
Selama
pandemi Covid-19, kebebasan berekspresi dan akses ke informasi penting (seperti
mencari, menerima, dan mengirimkan informasi dalam bentuk apa pun, tanpa
memandang batas negara) merupakan salah satu elemen sensitif Hak Asasi Manusia.
Mengapa sensitif? Karena prinsipnya, pembatasan yang diizinkan atas kebebasan
berekspresi karena alasan kesehatan masyarakat, tidak boleh membahayakan hak
itu sendiri. Jika warga masyarakat berkumpul sampai menimbulkam kerumunan massa
yang tidak dapat dikenali, maka klaster Covid-19 baru dapat muncul, yang
membahayakan kesehatan dan hak asasi warga negara.
Di
sisi lain, pemerintah bertanggungjawab memberikan informasi yang diperlukan
untuk melindungi dan memajukan hak, termasuk hak atas kesehatan warga
masyarakat. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa situs web yang menyediakan
informasi tentang Covid-19 harus terbuka untuk semua orang (termasuk tuna
netra, tuna rungu, dll.). Oleh karena itu, pemerintah harus menggunakan bahasa
yang sederhana untuk berkomunikasi dengan semua warga agar memahami Covid-19
dan dampak negatifnya secara maksimal
Vaksinasi
Covid-19 juga dilaksanakan yang merupakan hak dan kewajiban seluruh masyarakat.
Dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa
Tengah, lembaga penelitian ini melakukan penelitian terkait analisis kebijakan
vaksinasi Covid-19 dari perspektif hak asasi manusia. Diskusi yang dipimpin
oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Pengembangan Hukum dan Hak
Asasi Manusia ini juga diampu oleh dosen dari Universitas Semarang.
Kepala
Bidang Penelitian, Penelitian, dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pelayanan
kesehatan, yang juga tertuang dalam Pasal 28H Ayat 1 UUD 1945. Keberhasilan
program vaksinasi, dalam hal ini vaksin menjadi kewajiban masyarakat.
Maka
dari itu, dapat disimpulkan bahwa sanksi bagi penolak vaksin masih perlu ditinjau
ulang, namun bagi yang menghasut dan mengajak untuk menolak
pemberian/penerimaan vaksin harus diberikan sanksi tegas.
Penulis : Farah Resti Adhiprawira (2006816)
1 Komentar