Strategi Ketahanan Pangan Sebagai Upaya Menangani Dampak Covid-19


Sumber : antaranews.com

Sebagai salah satu negara dengan kasus terinfeksi Virus Corona yang cukup tinggi, pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk meminimalisir penyebaran Virus Corona, yaitu kebijakan pemberlakuan karantina wilayah atau  lockdown, pembatasan sosial, dan larangan perjalanan yang disingkat dengan Kebijakan PSBB. Namun, tentu saja kebijakan besar ini mempunyai dampak yang besar pula terhadap semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia diberbagai bidang, salah satunya adalah ekonomi.

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup dan melakukan aktivitas sehari-hari, sedangkan ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Soekiman (1996), ketahanan pangan di Indonesia tidak hanya diukur pada tingkat agregatif nasional, regional, dan lokal tetapi juga pada tingkat rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan Indonesia yang diukur menggunakan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) sangat berkaitan dengan kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi dan mencegah penularan Virus Corona. Kebijakan pembatasan disegala aspek kehidupan sangatlah berdampak pada berbagai kegiatan ekonomi seperti kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.

Sumber : MetroTempo.com

Dalam kegiatan produksi pemerintah membuat kebijakan Work From Home (WFH), dimana kebijakan ini dibuat untuk membuat para pekerja bekerja dari rumah dan tidak berkerumun serta menambah klaster penyebaran di tempat kerja. Namun sayangnya, kebijakan ini sangat menurunkan tingkat produktivitas pangan di  pabrik yang membuat makanan secara tradisional atau pun UMKM yang bergerak dibidang produksi. Penurunan tingkat produktivitas ini dimulai sejak para pekerja kehilangan pekerjaannya dan pabrik tempat mereka bekerja mengurangi jumlah produksi atau bahkan tutup dan tidak beroperasi beberapa saat.  Hal ini menyebabkan ketersedian beberapa bahan pangan produksi pabrik menurun di pasaran. Ketersediaan yang turun di pasaran akan membuat harganya melonjak dan menurunkan daya beli masyarakat.

Di lain sisi, sektor pertanian tidak terlalu terkena dampak dari PSBB, sehingga produksi dibidang pertanian terus berjalan sebagaimana biasanya, sedangkan permintaan pasar sedang menurun dan mengakibatkan over suply. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan pemerintah yang mengurangi kegiatan ekspor bahan pangan dan penumpukan komoditas untuk menghadapi pandemi membuat pasokan hasil pertanian kian menumpuk yang nantinya akan menurunkan harga komoditas. Anjloknya harga komoditas ini akhirnya membuat para petani mengurangi produksinya karena merugi. Para petani yang mengurangi produksinya juga akan menjadi seperti pabrik dan UMKM diatas. Mereka akan mengurangi produksinya hingga berada dititik  mereka berhenti beroperasi dan terjadi kelangkaan pangan.

Selain itu, PSBB tentunya sangat mempengaruhi distribusi bahan pangan karena berkaitan dengan akses penyediaan dan pemerataan bahan pangan, yaitu menghambat pendistribusian bahan pangan dari satu negara ke negara lain atau dari wilayah satu ke wilayah lain. Hambatan ini menyebabkan penumpukan bahan pangan tertentu di sejumlah wilayah dan kelangkaan di wilayah lain sehingga muncul peningkatan harga di beberapa komoditas pangan. Hal ini terjadi lantaran distributor kebutuhan pangan mengalami kesulitan dalam mengakses transportasi ditengah pandemi.

Namun, selain faktor pendistribusian, masalah lain terkait ketahanan pangan muncul dari kegiatan konsumsi masyarakat. Setelah ada kebijakan dari pemerintah yang meminta para masyarakat untuk tetap tinggal di dalam rumah, masyarakat kesulitan membeli atau melakukan kegiatan konsumsi khususnya yang terkait pembelian bahan pangan yang siap makan. Masyarakat yang sebelumnya sering mengkonsumsi makanan yang dijual oleh pengusaha UMKM, menjadi tidak bisa membeli karena akan menimbulkan pusat kerumunan.

Selain itu, masyarakat semakin selektif dalam memilih bahan pangan yang akan mereka konsumsi memunculkan permasalahan baru. Permasalahan ini muncul setelah adanya kebijakan Gaya Hidup Normal Baru (New Normal), yang bertujuan untuk mendistribusikan bahan pangan dengan syarat dan protokol kesehatan yang harus dijalankan serta kebiasaan belanja online yang ada di masyarakat. Karena dua faktor ini masyarakat menjadi enggan berinteraksi dengan manusia lain namun tetap ingin segala kebutuhannya terpenuhi. Konsumen saat ini menginginkan jaminan kebersihan dan kesterilan bahan pangan yang mereka dapatkan selama pendistribusian hingga akhirnya sampai di tangan mereka. Singkatnya muncul masalah baru terkait dengan kegiatan konsumsi yang terus menurun apabila tidak ada jaminan kebersihan pada bahan pangan yang mereka terima.

Dalam menanggulangi  semua masalah diatas dan menjaga ketahanan pangan banyak sekali upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat baik itu selaku produsen, distributor, ataupun konsumen. Dalam kegiatan ekonomi pemerintah dapat mengupayakan beberapa hal seperti melakukan pemetaan ketersediaan pangan nasional dan mendata sejak dini daerah yang dianggap potensial berisiko rawan atau krisis pangan, memastikan adanya ketersediaan bahan pangan pokok berbasis data yang empiris dan valid sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, memastikan distribusi bahan pangan berlangsung secara baik dan merata ke seluruh penjuru dan wilayah indonesia, dan memastikan serta menjaga kestabilan harga pangan. Namun langkah yang paling awal yang bisa diambil pemerintah dalam mengatasi masalah over suplay adalah dengan cara membeli hasil pertanian dari para petani kemudian memberikannya secara gratis kepada masyarakat sebagai bantuan pandemi dan juga subsidi kepada masyarakat. Hal ini dilakukan guna memakmurkan para petani dan mencegah kerugian dan penurunan produksi para petani dan merangsang daya beli masyarakat terkait dengan kebutuhan pangan.  Selain itu, kebijakan WFH untuk para buruh produksi bahan pangan pokok seharusnya diganti menjadi kebijakan peningkatan protokol kesehatan di lingkungan kerja dan pemberian subsidi peralatan kesehatan dasar seperti masker, sarung tangan dan juga pembersih seperti sabun dan antiseptik. 

Dalam kegiatan distribusi bahan pangan pokok sendiri, pemerintah sebaiknya menyiapkan jalur khusus berupa transportasi maupun akses yang dapat digunakan oleh para pendistributor bahan pangan. Hal ini dapat diwujudkan dengan pendataan dan pemberian subsidi tes rapid atau swab kepada pelaku distribusi bahan pangan agar tercipta pemerataan pangan di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan konsumsi bahan pangan baik itu mentah ataupun siap konsumsi, perlu adanya peningkatan penggunaan teknologi dalam menjamin kebersihan, kualitas, dan kuantitas bahan pangan yang akan dibeli oleh konsumen. Para produsen dan distributor sebaiknya menyediakan jaminan dan perlindungan kepada konsumen terkait dengan barang yang  akan diterima oleh konsumen. Para produsen dan distributor bisa membuat kemasan yang baik, mulai dari kualitas materialnya hingga designnya. Produsen dan distributor juga perlu memberikan fasilitas tambahan berupa penyedian tisu basah, antiseptik dan kepastian kesehatan kurir pengirim barang. Pandemi memiliki dampak yang besar ketahanan pangan yang ada di Indonesia, mulai dari kegiatan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan – kebijakan baru yang muncul setelah pandemi melanda dunia.


Penulis : Akmal Ainun Nur Eka Alriani (2004864)

Posting Komentar

1 Komentar

Arifin Musthofa mengatakan…
Artikelnya sangat bermnfaat x-)