“Cancel culture” atau budaya membatalkan menjadi poin pembahasan yang
penting dalam film ini. Sederhananya, cancel culture merujuk pada perilaku
membatalkan, memboikot, atau menghukum seseorang ataupun kelompok tertentu
akibat tindakan mereka yang dianggap salah. Dalam film Budi Pekerti, cancel
culture terjadi pada Bu Prani yang menjadi subjeknya.
Berlatar di Jogja pada masa pandemi,
film Budi Pekerti menceritakan kisah Bu Prani, seorang guru BK yang mendadak
viral setelah terlibat perselisihan saat mengantri untuk membeli kue putu di
pasar, yang ternyata direkam oleh seseorang dan diunggah di media sosial.
Alhasil banyak netizen yang melontarkan komentar-komentar negatif dan sangat
menyayangkan tindakan Bu Prani karena tidak sejalan dengan pribadinya sebagai
seorang guru BK. Akhirnya Bu Prani diintimidasi dan dikecam oleh netizen,
hingga di-framing sebagai guru BK yang suka marah dan mengumpat. Masalah ini
pun berimbas pada keharmonisan keluarganya, mulai dari anak pertama dan
keduanya, hingga suaminya sekalipun, dimana identitas dan kehidupan sehari-hari
mereka tersebar dan selalu dicari-cari kesalahannya.
Melalui film ini, memperlihatkan
bagaimana “bahayanya” dan kompleksitasnya efek domino dari viralnya suatu video
yang “masih abu-abu” di media sosial hingga dapat berujung cyber bullying dan
cancel culture. Dua permasalahan yang saat ini sedang marak terjadi di tengah
masyarakat sangat digambarkan dengan efektif dan faktual dalam film ini,
sehingga diharapkan penonton dapat lebih sadar dan bijak dalam bermedia sosial.
Hal ini dikarenakan tanpa kita sadari, media sosial terkadang sangat
mempengaruhi persepsi publik terhadap sesuatu, yang dalam artian lain adalah
dapat “menggiring opini” publik. Tentu hal ini dapat berbahaya jika apa yang
didapat dari media sosial tidak diserap dengan bijak dan lain-lain.
“Komentar yang bijaksana tentang
fenomena viral dan cancel culture”, ujar kritikus film Sarah Gopaul.
Walaupun
film ini bergenre drama, namun film Budi Pekerti sukses memberikan kesan “film
horor” yang membuat kita ketakutan setelah menontonnya karena betapa ngerinya
dunia media sosial dan pengaruh netizen terhadap apa pun yang kita lakukan
dalam sehari-hari. Diharapkan kita dapat lebih berhati-hati dan bijak ketika
berada di ruang publik ataupun di media sosial melalui film Budi Pekerti ini.
Penulis: Aghnia Ilman Sholihah (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)
0 Komentar